Kisah sepasang rindu memasuki babak ldr (ilustrasi by ideogram) |
Rindu tumbuh mekar disirami naluri-naluri cinta
Rindu membungakan harmoni
Rindu membuahkan romans
Rindu adalah segala diatas segala sebuah hubungan
Namun, tak jarang pula rindu itu membuat si perindu mengalami gelisah yang sangat luar biasa
Dan tak jarang juga rindu menjadikan binasa diterkam realitas
Kini sang lelaki sedang lara
Lara merindukan rembulannya
Ia menganggur sebagai penyair
Melulu lemas kendati menulis
Rembulanku
Aku merindukanmu
Merindukanmu adalah rinduku terhadap diriku
Aku rindu melihat senyuman syukurmu
Dan aku juga rindu senyuman syukurku pada Ilahi
Kini kita hanya bisa merindu
Kendati dalam kebodohan sekalipun
Rindu tetaplah rindu
Ia fitrah bagai bayi yang baru lahir
Harumnya semerbak bagai suasana alam dipagi hari
Akulah, akulah yang telah mengotorinya
~
Tepatnya pada hari Minggu 04 Juni, terjadwal KM Umsini berangkat dari pelabuhan Jakarta menuju pelabuhan Larantuka, Flores Timur.
Aku yang tiada berbekal, lagi tiada berencana. Membulatkan tekadku, untuk pulang ke kampung halamanku. Teringat selalu senyum mu yang mempesona itu, rembulanku.
Tak habis pikir, kisah kita akan seperti ini. Engkau yang ku cinta, engkau yang ku sayang. Rinduku selalu untukmu seorang, rembulanku. Kendati terbagi dengan rinduku terhadap yang lain. Namun percayalah, untuk saat ini, esok atau nanti, hanya engkau yang akan menjadi istri serta ibu dari anak-anakku juga diriku.
Iringilah do'amu untukku, agar segera kudapat rindu kita bersama. Aku ingin sekali menikahimu, sebagaimana engkau pun menginginkannya. Rasa ini memang sudah utuh dalam romantisme sepasang kekasih. Sebagaimana ku mengingat pertemuan awal kita, engkau hadir bagai ikhtiar dan do'a ku yang terkabul. Begitu memikat dan mempesona perantau yang ulung ini.
Betapa ku tak mampu mengucap sepatah kata lagi terhadapmu belakangan ini.
"Ada apa gerangan, sosokmu tak seperti biasanya?" tanyamu.
"Duhai rembulan yang ku damba, bagaimana ku mampu berkata sedang aku melulu membebanimu?"
Tak heran jika pertanyaanku tak memberimu kepuasan. Namun, ku pastikan engkau dapat memahamiku secara naluri.
Rembulanku, hari ini aku sangat menikmati reaksi tubuhku ketika dikelilingi sobat-sobat sedaerah dan irama musik yang merdu nan bergairah. Aku bergoyang bagai layangan putus, yang seirama dengan hembusan angin. Namun sayangnya tak ada kedua sahabatku Isme dan Isme, sebab aku juga sangat ingin melihat senyum dan tawa mereka ketika melihatku seperti itu. Dan juga tentunya dirimu, yang sangat menggemaskan ketika tertawa.
Selain itu, aku juga menikmati suasana pelayaran ini, terlebih angin laut dikala malam tiba. Aku memikirkanmu dan sangat ingin bersamamu saat ini, sebab aku juga lelaki yang ingin memeluk dan dipeluk hangat kekasihnya. Bukankah kita sepakat akan kejujuran?
Pagi ini aku dipertemukan dengan teman SD ku. Jujur aku sangat merasa senang, karena dapat bernostalgia kembali dengan masa kecilku, saat masih dibangku SD. Awalnya, kami hanya bertemu sepintas ketika sedang berjalan-jalan di sekitar area KM Umsini. Aku mengenali wajahnya namun lupa namanya, dan akhirnya pagi itu kami dipertemukan kembali. Dan kami pun saling menyapa, akhirnya aku berhasil mengenalinya. Ternyata ia adalah Lily temanku saat menjadi peserta MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur'an) yang diadakan di Desa Boleng, kala itu.
Angin laut di siang hari, aku melihat ada sebuah perahu kapal di sekitar perairan laut Makassar, di sekitar perahu kapal tersebut ada segerombolan ikan, ku pikir perahu kapal tersebut hanya berlayar. Ternyata itu adalah perahu kapal nelayan yang tak lama lagi menjaring ikan-ikan tersebut.
Rembulanku, coba kau pikirkan nasib para ikan tersebut, malang bukan? Mereka sudah hidup bebas dibawa kuasa Tuhan, namun mengapa para nelayan itu menjaringnya? Bukankah para ikan-ikan itu mempunyai hak untuk hidup seperti manusia? Atau mungkin ada beberapa kodrat yang berlaku terkait hal tersebut? Jika iya, maka sungguh aku telah keliru dalam prasangkaku.
Dan sekarang aku kembali lagi ke bilik ku, kembali dan merebahkan badan sambil menyaksikan dua pasang manusia yang sedang membelai satu sama lain. Kendati menyaksikan hal tersebut, tak menjadi penghalang bagiku untuk terus menulis kisah kita, sayang.
Posting Komentar untuk "Rindu Rembulan (Part 2)"